Didakwa 2 Perkara Pidana, Bos PMJ Juliet Kristianto Liu Terancam Penjara 5-10 Tahun

04 November 2025

Sidang Perkara Penambangan Ilegal di Tana Tidung Digelar di PN Tanjung Selor

Lahan yang digarap PT PMJ yang sempat mengalami longsor, beberapa bulan lalu.

TANJUNG SELOR, takanews.com Sidang perkara dugaan ilegal mining atau tambang ilegal yang melibatkan bos perusahaan tambang batu bara PT Pipit Mutiara Jaya (PMJ), Juliet Kristianto Liu dkk, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IB Tanjung Selor, Senin (03/11/2025).

Sempat ditunda dua kali, pada sidang ketiga ini, akhirnya terselenggara dengan agenda pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU). Dan dilanjutkan dengan eksepsi atau sanggahan dari pihak terdakwa.

Tim dari PN Tanjung Selor, JPU dan para pihak terkait saat akan melakukan peninjauan ke lokasi yang digarap PT PMJ.

Sidang dengan perkara Nomor: 166/Pid.Sus-LH/2025/PN Tjs ini, dipimpin langsung oleh Ketua PN Tanjung Selor, Juply Sandria Pasanriang, selaku ketua majelis. Dengan hakim anggota Made Riyaldi dan Wiarta Trilaksana.

Selain Juliet Kristianto Liu (69 tahun) selaku komisaris perusahaan, yakni M Yusuf (47 tahun), Joko Rusdiono (62 tahun) dan Juliet Kristianto Liu (69 tahun) “hadir” secara virtual dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tarakan.

Lokasi eks tambang PT PMJ di Desa Bebatu Supa yang telah menjadi danau.

Dua JPU hadir dalam sidang kali ini. Yaitu, Ariyanto Wibowo SH dan Heru Cahyo Hartanto SH.

Selain majelis hakim, JPU dan ketiga terdakwa. Hadir juga dalam sidang yang dimulai sekira pukul 12.00 Wita ini, tiga dari 8 penasehat hukum (PH) para terdakwa. Yakni, Iqbalsyah Nouval Muktiajie, Ahmad Yarinawi, dan rekan.

Dihadirkan juga dalam sidang kali ini, dua penterjemah bahasa Mandarin. Satu orang mendampingi di Lapas Tarakan, dan satu penterjemah hadir langsung di ruang persidangan.

Selama lebih dari 1 jam, dakwaan dibacakan oleh JPU, Heru Cahyo Hartanto. Dan langsung diterjemahkan dalam bahasa Mandarin oleh penterjemah.

Dalam dakwaannya, disebutkan ada dua perkara pidana atau dakwaan yang diajukan JPU dalam persidangan ini.

Pertama, ketiganya didakwa melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan, penambangan tanpa izin atau penambangan ilegal.

Disebutkan juga dalam dakwaan JPU, perbuatan para terdakwa dilakukan pada pertengahan 2016 sampai dengan Desember 2021 atau setidak- tidaknya pada suatu waktu tertentu di Tahun 2016 sampai dengan Tahun 2021. Bertempat di Desa Bandan Bikis, Bebatu, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara.

Ketiga terdakwa yang merupakan petinggi PT. PMJ dalam kurun waktu tersebut (2016-2021) melakukan penambangan tanpa izin di kawasan koridor dan juga di area WIUP PT Mitra Bara Jaya (MBJ) di daerah  Desa Bandan Bikis dan Desa Bebatu Supa, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tana Tidung.

Dalam dakwaan, diungkap oleh JPU, bahwa  PT. PMJ telah melakukan pembukaan lahan, berupa land clearing seluas 500 meter x 1000 meter dan bukaan lahan berupa parit sepanjang 850 meter di area WIUP PT  MBJ.

JPU membeber beberapa keterangan saksi, termasuk saksi ahli dalam dakwaannya. Salah satunya, saksi yang memotret melalui citra satelit.

Di mana terekam aktivitas pembuatan jalan dan parit di luar batas areal PT PMJ  yang terhubung dengan jalan dan parit di dalam areal IUP PT. MBJ.

Aktivitas pembukaan lahan teridentifikasi pada citra satelit antara 18 September 2016 sampai 15 November 2019.

Bahkan terekam, pada citra satelit Sentinel-2 tanggal 11 April 2019 terlihat adanya longsor di pit 8 milik PT PMJ, yang wilayah longsornya terdapat di wilayah IUP PT MBJ dan wilayah koridor.

Berdasarkan analisa keseluruhan data citra satelit, dapat diidentifikasi jumlah keseluruhan bukaan lahan di luar batas IUP PT PMJ  yang dilakukan antara 18 September 2016 sampai 15 November 2019 dan wilayah tersebut tidak tergenang air.

Juga dibeber terkait kegiatan lain, yang mengarah pada dakwaan melakukan aktivitas penambangan ilegal yang dilakukan PT PMJ, dalam hal ini dilakukan oleh ketiga terdakwa.

Perbuatan para Terdakwa diatur dan diancam pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2020, tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Di mana dalam pasal itu disebutkan, bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000.

Selanjutnya dakwaan kedua, ketiga terdakwa melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan, dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Diungkapkan JPU dalam dakwaannya, perbuatan yang dilakukan para terdakwa telah menyebabkan kerusakan lingkungan. Salah satunya longsor di areal IUP PT MBJ yang digarap oleh PT PMJ.

Tak hanya itu, di dakwaan juga, sesuai keterangan saksi dan ahli, terjadi pencemaran lingkungan dengan masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan yang dilakukan tanpa izin lingkungan.

Dalam perkara kedua ini, perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 Ayat (1) Jo. Pasal 116 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor : 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Ancaman hukumannya, pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun, serta denda paling sedikit Rp3 miliar – Rp10 miliar.

Sementara itu, dalam eksepsi oleh pihak terdakwa yang disampaikan melalui penasehat hukumnya menyatakan, menyanggah, serta membantah apa yang didakwakan oleh JPU.

Penasehat hukum terdakwa menegaskan, bahwa tidak benar jika kliennya atau para terdakwa telah melakukan perbuatan melanggar hukum, atau penambangan ilegal seperti yang disampaikan JPU.

Penasehat hukum terdakwa menyebut, PT PMJ melakukan aktivitas masih di areal IUP miliknya. Yaitu melakukan kegiatan pembuatan parit untuk mitigasi bencana, yang diakibatkan luapan air.

Dikatakan, pekerjaan yang dilakukan di lapangan hanya berupa parit selebar sekitar dua meter dan panjang sekitar 700 meter. Mereka menegaskan tidak ada kegiatan produksi batubara.

Begitu pun dengan dakwaan mengenai perusakan lingkungan. Hal tersebut juga dibantah oleh pihak terdakwa, melalui penasehat hukumnya.

Perkara dugaan tambang ilegal oleh PT PMJ di daerah Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara telah menyeret tiga orang terdakwa. Mereka adalah M Yusuf, selaku Direktur PT PMJ, Joko Rusdiono sebagai KTT (kepala tehnik tambang), serta Juliet Kristianto Liu sebagai pemilik perusahaan.

Kasus ini sebelumnya menarik perhatian publik nasional, lantaran aktivitas penambangan tanpa izin yang dilakukan di koridor milik negara dan IUP PT MBJ di kawasan Desa Bebatu, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tana Tidung (KTT), disebut telah menyebabkan kerusakan lingkungan hidup yang cukup parah.

Sebelumnya, secara korporasi PT PMJ telah dinyatakan bersalah, oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Selor, dan dijatuhi pidana denda sebesar Rp50 miliar sebagai pokok pidana, serta pidana denda tambahan Rp35 miliar sebagai ganti rugi atas kerusakan lingkungan.

Putusan PN Tanjung Selor dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Kaltara. Majelis Hakim PN Tanjung Selor menyatakan ada kerugian negara dan kejadian penambangan illegal ini diketahui owner PMJ, Direktur dan KTT PMJ.

Apabila denda tersebut tidak dibayarkan sesuai ketentuan, jaksa berhak menyita aset perusahaan.

PT Pipit Mutiara Jaya melakukan aktivitas penambangan tanpa izin dan menyebabkan kerusakan lingkungan hidup di area izin usaha pertambangan (IUP) MBJ dan koridor milik negara di Desa Bebatu Supa, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tana Tidung, Kaltara.

Terdakwa Juliet Kristianto Liu menjadi perhatian khusus, karena sempat kabur hingga menjadi buronan internasional DPO dan Red Notice.

Juliet Kristianto Liu ditangkap 26 Juli 2025 di bandara Changi Singapura saat akan bepergian ke luar negeri. (*)