Pihak PT PMJ Beri Sanggahan Lewat Media, Jaksa: Kalau Mau Menyangkal di Persidangan

22 Oktober 2025

TANJUNG SELOR, takanews.com – Proses hukum perkara dugaan penambangan batu bara ilegal di Desa Bebatu, Kecamatan Sesayap Hilir Kabupaten Tana Tidung, yang dilakukan PT Pipit Mutiara Jaya (PMJ), telah sampai di meja hijau.

Sidang perdana kasus dugaan tambang ilegal yang melibatkan pemilik PT PMJ Juliet Kristianto Liu (69 tahun), bersama direktur perusahaan M Yusuf (47 tahun) dan Kepala Teknik Tambang (KTT) Joko Rusdiono (62 tahun) ini telah digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IB Tanjung Selor pada Senin (20/10/2025) lalu.

Namun sidang pertama dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terpaksa ditunda. Ini lantaran Juliet Kristianto Liu, yang merupakan salah satu dari tiga terdakwa, mengaku tidak memahami Bahasa Indonesia dengan baik, khususnya dalam konteks redaksional dakwaan hukum.

Juliet sendiri merupakan Warga Negara Indonesia (WNI), tepatnya warga Kelurahan Karang Anyar, Tarakan Barat, Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Wanita kelahiran China Taipei atau Taiwan ini, sudah bermukim selama kurang lebih 20 tahun.

Di sisi lain, di luar persidangan, pihak perusahaan PT PMJ masih menyangkal perbuatan yang dilakukan. Dengan sanggahan yang sempat dilontarkan pihak perusahaan ke beberapa media. Pihak perusahaan mengaku bahwa kegiatan tersebut hanya untuk mitigasi bencana (pembuatan parit) dan bukan penambangan ilegal.

Sanggahan ini sebelumnya sudah disampaikan pihak perusahaan melalui tim kuasa hukumnya dalam sidang atas dakwaan terhadap korporat. Dalam hal ini PT PMJ.

Namun berdasarkan saksi, termasuk saksi ahli sanggahan dalam pledoi yang disampaikan dalam perkara yang sama.

Merespon sangkalan itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Kaltara, Andi Sugandi mengatakan, pernyataan itu hak pihak terdakwa untuk menyampaikan keberatan, dan itu sah saja.

“Namun kami tetap berkesimpulan akan membuktikan dakwaan. Nanti kalau mereka menyangkal dan lain sebagainya di dalam persidangan,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, sebelumnya Majelis Hakim Praperadilan di Jakarta telah menolak permohonan praperadilan yang diajukan pihak terdakwa sebanyak tiga kali. Dengan menunjukkan bahwa tidak ada prosedur yang dilanggar dan perkara ini harus tetap berjalan di persidangan.

“JPU dalam sidang ini masih dari tim Kejaksaan Negeri dan Kejaksaan Tinggi. Namun tim dari Kejaksaan Agung berpotensi turun di sidang-sidang pembuktian selanjutnya,” ujar dia.

Berkaitan penundaan sidang perdana, diterangkan Andi Sugandi, bahwa terdakwa Juliet menyatakan 40 persen menguasai bahasa Indonesia. Selebihnya, tidak mengerti isi dakwaan yang dibacakan.

“Pengakuan tersebut disampaikan ketika majelis hakim menanyakan pemahaman para terdakwa terhadap surat dakwaan yang hendak dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Menyikapi hal ini, majelis hakim memutuskan menunda persidangan. Sidang akan dilanjutkan pada Senin (27/10/2025) dengan agenda yang sama, yaitu pembacaan dakwaan, namun akan didampingi oleh ahli penerjemah Bahasa Mandarin. Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Selor yang akan menunjuk penerjemah independen tersebut,” bebernya.

Seperti pernah diberitakan, sebelum diajukannya ketiga terdakwa di persidangan, secara korporat PT Pipit Mutiara Jaya yang merupakan perusahaan tambang lokal Kaltara yang berkantor di Tarakan, telah vonis pidana denda oleh majelis hakim PN Tanjung Selor. Yaitu berupa hukuman pidana denda sebesar Rp 50 Miliar, ditambah pidana denda atas kerusakan lingkungan sebesar Rp 35 miliar.

Vonis ini diperkuat dengan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Kalimantan Utara (Kaltara). Di mana, Pengadilan Tinggi tetap pada vonis yang diputuskan hakim PN Tanjung Selor. Di man terdakwa PT Pipit Mutiara Jaya (PMJ) tetap divonis pidana denda Rp 50 Miliar, ditambah hukuman tambahan denda kerusakan lingkungan sebesar Rp 35 miliar. Atau total Rp 85 miliar.

Sidang perkara dengan Nomor 65/PID.SUS-LH/2025/PT TJS ini digelar di Ruang Sidang Utama Pengadilan Tinggi Kalimantan Utara. Dengan susunan Majelis Hakim dipimpin oleh Dr Alfon, S.H., M.H. selaku Ketua Majelis, serta Rosmawati, S.H., M.H. dan Joko Saptono, S.H., M.H. masing-masing sebagai Hakim Anggota.

“Putusan kita menguatkan putusan PN. Jadi tidak ada berubahan, vonisnya tidak berubah. Mengenai sikap terdakwa belum tahu, karena tidak hadir di sidang,” ujar Alfon yang sekaligus bertindak sebagai ketua majelis hakim pada sidang tersebut.

Seperti diketahui, PT PMJ melakukan kegiatan penambangan di daerah Bebatu, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara.

Selain dugaan penyerobotan lahan, PMJ juga dilaporkan atas dugaan pencemaran lingkungan dan penambangan ilegal.

Alasan pelaporan, ada dugaan kuat perusahaan tersebut melakukan kegiatan penambangan di areal lahan IUP dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT PMJ. Yakni di daerah Sesayap Hilir, Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara.

Atas laporannya di Mabes Polri ini,  akhirnya ditindaklanjuti, hingga akhir sampai pada proses persidangan di Pengadilan Negeri Tanjung Selor.

Setelah vonis terhadap korporat atau perusahaannya, kini berlanjut dakwaan terhadap para terduga pelaku atau perorangannya. Yakni pemilik saham mayoritasnya atau pemilik, Direktur dan KTT PT Pipit Mutiara Jaya. Dan sekarang sudah proses di persidangan. (*)