TANJUNG SELOR, takanews.id – Sebuah karya putra-putri Kalimantan Utara (Kaltara) berhasil mengharumkan nama daerah ini di kancah Internasional. Yaitu film pendek berjudul Kuwanyi (Legenda Telur Pecah), yang mengisahkan tentang cerita rakyat di Kabupaten Bulungan, yang masuk untuk diikutkan dalam peserta festival film asia.
Hebatnya lagi, film yang diproduksi oleh para kreator Kaltara ini, merupakan satu-satunya wakil dari Kalimantan yang ikut dalam even bertajuk 16th Jogja – Netpac Asian Film Festival, untuk kategori film pendek.
“Kami benar-benar tidak menyangka, film ini mendapat respons yang luar biasa. Hingga dilirik untuk diikutkan dalam festival film internasional atau se Asia,” kata Ibrahim, manajer pembuatan film yang mengambil syuting di wilayah Tanjung Palas Utara, Kabupaten Bulungan itu.
Boim—sapaan akrabnya menyebutkan, ajang Netpac Asian Film Festival yang akan digelar di Yogyakarta pada 27 November – 4 Desember 2021 mendatang diikuti oleh sineas-sineas dari beberapa Negara Asia. Seperti Thailand, Vietnam, Hongkong, Malaysia, Korea Selatan dan lainnya.
“Dari Indonesia sendiri hanya ada 10 judul film yang diikutkan, dari 5 provinsi. Dan salah satunya film Legenda Telur Pecah (Kuwanyi). Ini merupakan kebanggaan bagi kami. Termasuk bagi Kaltara, dan Bulungan khususnya. Karena sebuah legenda rakyat yang akan ditampilkan di even nasional. Terlepas menang atau tidak nanti, kita sudah sangat senang. Apalagi sampai bisa menang, karena kami masih sangat optimis karya kami bisa bersaing,” ungkapnya.
“Ikutnya kami dalam festival film ini, kami sendiri tidak tahu sebelumnya. Tiba-tiba saja dihubungi pihak penyenggalara, bahwa film kami layak untuk diikutkan dalam festival itu. Sehingga setelah itu, baru kami siapkan semua yang diperlukan,” imbuh Boim.
Sementara itu, film Kuanyi sendiri mengisahkan sebuah legenda atau cerita rakyat yang dipercaya sebagian masyarakat sebagai asal usul Kabupaten Bulungan atau Kalimantan Utara.
Film ini, kata Ujang sang sutradara, menceritakan tentang sosok Kuanyi, seorang pemimpin suku bangsa dayak Hupan atau dayak Kayan yang tinggal di hulu Sungai Kayan.
“Kisah dalam film ini kami ambil tidak hanya sekedar cerita dari mulut ke mulut. Namun kami mencari banyak referensi. Baik itu dengan membaca buku, maupun mendapat cerita dari orang-orang tua yang kami yakini berkompenten tentang cerita ini. Ini dalah sebuah legenda, cerita rakyat yang ada di Kaltara, yang mungkin belum banyak yang tahu,” kata Ujang.
Dirinya pun optimis, karya film yang dibuat bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam Arch Mediatama Production dan di bawah naungan PT Mitra Taka Utama ini akan mampu bersaing dengan karya-karya lainnya dalam ajang festival ini. Bahkan termasuk karya yang dari luar negeri.
“Yang jelas ini, kami sangat-sangat bersyukur. Bahwa karya yang kami buat ternyata mendapat penilaian yang luar biasa. Ini sangat memacu semangat kami untuk terus berkarya dengan yang lebih baik dan baik lagi,” katanya optimis. (*/lis)